KESIAPAN SUMBER DAYA PENGAWAS PLTN DI INDONESIA
DOI: http://dx.doi.org/10.17146/jfn.2012.6.1.360
Sari
KESIAPAN SUMBER DAYA PENGAWAS PLTN DI INDONESIA. Rencana pembangunan PLTN di Indonesia memperoleh tanggapan beragam dari masyarakat, salah satunya penolakan. Salah satu alasan penolakan adalah kekawatiran terhadap kemampuan sumber daya dan kompetensi sumber daya manusia (SDM) yang akan mengelolanya. Untuk menjawab kekawatiran tersebut, maka dibutuhkan sebuah badan pengawas yang memadai yang mampu memastikan terpenuhinya semua persyaratan yang dibutuhkan untuk mengoperasikan PLTN secara aman dan selamat. Menurut IAEA Safety Guide No. GS-G-1.1, supaya memadai sebagai Badan Pengawas, BAPETEN harus memiliki kemandirian sumber daya yang meliputi berbagai aspek seperti politik, legislatif, financial, informasi public, internasional dan kompetensi. Hasil analisa menunjukkan bahwa organisasi BAPETEN telah memiliki kemandirian sumber daya seperti rekomendasi IAEA. Kemandirian dari aspek politik dapat dilihat dari Undang-Undang No. 10 Tahun 1997 tentang Ketenaganukliran, dimana kedudukan BAPETEN langsung di bawah Presiden Republik Indonesia, sedangkan kemandirian dari aspek legislatif yaitu struktur organisasi BAPETEN telah memiliki fungsi-fungsi yang dibutuhkan dalam proses pengawasan seperti fungsi pengembangan regulasi dan pedoman, fungsi review & penilaian, fungsi perijinan dan inspeksi, fungsi riset dan pengembangan, fungsi penanggulanan kedaruratan dan fungsi hubungan internasional. Selanjutnya supaya BAPETEN dapat melaksanakan fungsi-fungsi pengawasan secara memadai maka harus memiliki technical expertise meliputi kerangka kompetensi seperti yang direkomendasikan IAEA dalam tecdoc 1254.. Hasil analisa terhadap silabus program pelatihan SDM BAPETEN menunjukkan bahwa jenis-jenis kompetensi yang direkomendasikan IAEA sebagian besar sudah terakomodir dalam program pelatihan. Namun demikian untuk memastikan level kompetensi yang sudah dimiliki SDM BAPETEN, khususnya 262 yang memiliki kualifikasi pendidikan teknik, perlu dilakukan penilaian melalui proses Training Needs Assessment (TNA). Hasil dari proses ini akan memberi gambaran mengenai gap (kesenjangan) antara level kompetensi standar dan kompetensi yang sudah ada (existing).
Teks Lengkap:
PDFRefbacks
- Saat ini tidak ada refbacks.