STUDI BIOAKUMULASI METIL MERKURI PADA PERNA VIRIDIS DAN ANADARA INDICA MENGGUNAKAN RADIOTRACER

Budiawan Budiawan

Sari


STUDI BIOAKUMULASI METIL MERKURI PADA PERNA VIRIDIS DAN ANADARA INDICA MENGGUNAKAN RADIOTRACER. Pencemaran perairan merupakan masalah kompleks yang belum terpecahkan, salah satunya adalah pencemaran perairan oleh CH3Hg+. Pencemaran tersebut membahayakan Perna viridis dan Anadara indica yang banyak dikonsumsi oleh masyarakat. Oleh karena itu, dilakukan suatu simulasi pencemaran CH3Hg+ melalui jalur air dan jalur pakan sehingga didapatkan pemodelan bioakumulasi CH3Hg+ pada Perna viridis dan Anadara indica. Untuk keperluan analisa bioakumulasi CH3Hg+ digunakan perunut radioaktif CH3 203Hg+ yang digunakan sebagai alat untuk mendeteksi adanya konsentrasi CH3Hg+ dalam perairan. Berdasarkan hasil penelitian, didapatkan nilai faktor konsentrasi (CF) pada Perna viridis besar berkisar antara 1122,098 hingga 3850,828. Nilai faktor konsentrasi (CF) pada Perna viridis kecil berkisar antara 3495,316 hingga 4737,34. Nilai faktor konsentrasi (CF) pada Anadara indica besar berkisar antara 3474,513 hingga 8998,277. Nilai faktor konsentrasi (CF) pada Anadara indica kecil berkisar antara 7899,7 hingga 8670,17. Nilai faktor konsentrasi tersebut didapatkan setelah kekerangan terpapar CH3Hg+ selama 12 hari. Kata Kunci: Perna viridis, Anadara indica, bioakumulasi, metil merkuri, depurasi, efisiensi asimilasi, dissection, spektrometer gamma, radiotracer, ketahanan pangan ABSTRACT STUDY OF METHYL MERCURY BIOACCUMULATION IN PERNA VIRIDIS AND ANADARA INDICA USING A RADIOTRACER. Water pollution is a complex problem which has not been solved yet,for instance is water pollution by CH3Hg+. Pollution can endanger Perna viridis and Anadara indica that are widely consumed by humans. Therefore, in this research was made a simulation of CH3Hg+ pollution through the water and feed so that it results the modell of CH3Hg+ bioaccumulation in Perna viridis and Anadara indica. CH3 203Hg+ as a radioactive tracer is used as a tool to detect the concentration of CH3Hg+ in the waters. Based on the results of the study, the value of concentration factor (CF) in a big Perna viridis is ranged from 1122,098 to 3850,828. The value of concentration factor (CF) in a small Perna viridis is ranged from 3495,316 to 4737,34. The value of concentration factor (CF) in a big Anadara indica is ranged from 3474,513 to 8998,277. The value of Concentration Factor (CF) in a small Anadara indica is ranged from 7899,7 to 8670,17. These concentration factor are obtained after exposuring of CH3Hg+ until 12 days. Keywords: Perna viridis, Anadara indica, bioaccumulation, methyl mercury, depuration, assimilation efficiency, dissection, gamma spectrometer, radiotracer, food intake PENDAHULUAN Pencemaran perairan merupakan suatu masalah yang sangat kompleks dan membahayakan bagi organisme dan lingkungan akuatik. Pencemaran perairan yang terdistribusi secara luas dapat berupa senyawa organik dan anorganik. Logam berat merupakan salah satu jenis polutan anorganik yang mendapat perhatian secara khusus karena bersifat toksik dan berbahaya bagi lingkungan hidup. Salah satu logam berat yang berbahaya karena sifat bioakumulasinya yang tinggi pada organisme akuatik adalah merkuri. Merkuri masuk ke dalam ekosistem berasal dari sumber antropogenik maupun secara alamiah. Sumber antropogenik merkuri antara lain lepasan PLTU, industi polivinil klorida (PVC), penggunaan alat elektronik, industri baterai, dan sebagainya. Eksternalisasi limbah yang mengandung merkuri dari kegiatan Budiawan: Studi Bioakumulasi Metil Merkuri pada Perna Viridis dan Anadara Indica Menggunakan Radiotracer 38 industri menyebabkan berbagai macam dampak buruk kesehatan. Pada tahun 1968, telah dilaporkan kasus epidemik keracunan merkuri di Teluk Minamata dan terkenal sebagai Minamata Disease. Kasus-kasus pencemaran merkuri lainnya adalah: tahun 1967 terjadi pencemaran merkuri di sungai Agano di Nigata sedangkan pada tahun 1971-1972 di Irak terjadi keracunan alkil merkuri akibat mengkonsumsi gandum yang disemprot dengan alkil merkuri. Kasus di Irak menyebabkan 500 orang meninggal dunia dan 6000 orang masuk rumah sakit yang terkenal sebagai Pink Disease. Keracunan merkuri yang sering disebut sebagai mercurialism banyak ditemukan di negara maju, misalnya Mad Hatter’s Disease yang merupakan suatu bentuk keracunan merkuri yang diderita oleh karyawan di Alice Wonderland[1]. Kasus pencemaran merkuri di Indonesia belum banyak dilaporkan. East Asian Seas Regional Coordinating Unit – United Nations Environment Report pada tahun 2000 melaporkan bahwa dari 157 contoh produk perikanan yang diambil dari Teluk Jakarta, 76% diantaranya tidak dapat dikonsumsi karena kontaminan cadmium, 51% terkontaminasi tembaga, 44% terkontaminasi timbal, dan 38% terkontaminasi merkuri. Sebuah survey keracunan merkuri di 3 daerah sepanjang Teluk Jakarta (Muara Angke, Kalibaru, dan Pajagalan) selama bulan Oktober sampai dengan bulan Desember 1980 menunjukkan 3178 orang yang disurvei, 77 orang menderita gangguan neurologis. Kandungan merkuri pada rambut 77 orang tersebut rata-rata adalah 5,57 ppm [2]. Toksisitas merkuri tergantung dari bentuk dan sifat kimianya. Terdapat beberapa bentuk senyawaan merkuri organik yaitu: metil merkuri, dimetil merkuri, dan bentuk benzil merkuri. Metil merkuri lebih stabil dibandingkan dengan dimetil merkuri dan bentuk benzil merkuri sehingga keberadaannya dalam lingkungan hidup menjadi perhatian utama. Menurut International Agency for Research on Cancer, senyawa merkuri organik jauh lebih toksik daripada merkuri anorganik[3]. Hal ini disebabkan oleh kemampuan merkuri organik menembus sawar otak (neurotoksik) dan mudah diabsorbsi sempurna pada saluran pencernaan dan didistribusikan ke organ sasaran. Metil merkuri termasuk dalam grup 2B, yakni kemungkinan menyebabkan kanker pada manusia dan telah ada data uji toksisitas pada hewan namun belum mencukupi[3]. Selain itu, metil merkuri dapat berakumulasi dalam organ biota akuatik dan akan mengalami biomagnifikasi dalam rantai makanan[4]. Biota akuatik yang sering dikonsumsi oleh masyarakat adalah kerang hijau (Perna viridis) dan kerang bulu (Anadara indica). Perna viridis dan Anadara indica banyak dibudidayakan di Teluk Jakarta dan sekitarnya yang sudah tercemar metil merkuri. Kerang-kerang tersebut mampu mengakumulasi metil merkuri dan memberikan kontribusi risiko kesehatan bagi manusia yang mengkonsumsinya, seperti kerusakan saluran pencernaan, gangguan kardiovaskuler, kegagalan ginjal akut, kelainan syaraf perifer, penyempitan bidang penglihatan, dan berkurangnya pendengaran[5]. Oleh karena itu, perlu perhatian khusus pada Perna viridis dan Anadara indica terkait akumulasi metil merkuri untuk memecahkan permasalahan pencemaran pangan yang ada di Indonesia. Perna viridis dan Anadara indica banyak dikonsumsi oleh masyarakat baik masyarakat kalangan bawah hingga masyarakat kalangan atas. Perna viridis dibudidayakan di Teluk Jakarta dan Jepara sampai perairan di daerah Jawa Timur. Anadara indica juga ditangkap di daerahdaerah tersebut. Kemungkinan lokasi budidaya dan penangkapan telah tercemar limbah yang mengandung berbagai polutan termasuk metil merkuri. Oleh karena itu, kemampuan bioakumulasi Perna viridis dan Anadara indica perlu diketahui untuk kepentingan perlindungan masyarakat terhadap bahaya mengkonsumsi kedua jenis pakan tersebut Pada penelitian akhir ini bertujuan untuk melakukan suatu simulasi pencemaran metil merkuri melalui jalur air dan jalur pakan sehingga didapatkan pemodelan bioakumulasi metil merkuri pada Perna viridis dan Anadara Indica

Teks Lengkap:

PDF

Refbacks

  • Saat ini tidak ada refbacks.