APLIKASI PERUNUT ISOTOP DALAM BIDANG BIOMEDIKA

Darlina Darlina

Sari


Mahluk hidup dan segala sesuatu yang ada Mahluk hidup dan segala sesuatu yang ada di alam terdiri dari berbagai macam sel, dan jaringan yang tersusun oleh atom atom yang berbeda. Setiap atom terdiri dari sebuah inti yang mengandung proton dan  neutron serta lapisan luar yang terdiri dari elektron yang bergerak mengelilingi inti. Jika jumlah proton sama dengan jumlah elektron maka muatan listrik atom dikatakan neutral. Jumlah proton atau elektron membedakan suatu unsur kimia yang satu dengan yang lainnya. Sebuah unsur yang identik dari sifat materi kimia dapat sedikit berbeda dalam beratnya. Karakteristik ini dapat diterangkan bahwa atom pada unsur yang sama dapat mempunyai jumlah neutron yang berbeda dalam intinya. Perbedaan bentuk ini dikenal dengan nama isotop. Contoh unsur karbon yang mempunyai 3 isotop alamiah yaitu C-12, C-13, C-14. Ketiga isotop ini mempunyai sifat kimia yang sama karena jumlah protonnya sama tetapi jumlah neutronnya berbeda, hal ini mempengaruhi sifat fisik pada tiap atom. Jika jumlah neutron sama atau lebih dari jumlah proton maka inti jadi stabil dan disebut isotop stabil. Bila jumlah neutron lebih sedikit dari jumlah proton inti tidak stabil maka inti akan melepaskan energinya berupa radiasi. Isotop dengan inti tidak stabil ini dikenal dengan nama radioisotop [1]. Awal mula isotop digunakan sebagai perunut dalam bidang biologi adalah George Hevesy’s bekerja sama dengan Hans Geiger dan Ernst Rutherfod bereksperimen meng- gunakan Thorium-B untuk mempelajari absorbsi dan lokalisasi unsur Pb di tanaman pada tahun 1923. Untuk mempelajari fisiologi mahluk hidup diperlukan unsur isotop yang aktif secara biologi dan mempunyai berat molekul yang ringan. Setelah ditemukannya deuterium oleh H.C. Urey pada tahun 1932 kemudian diikuti oleh sejumlah penemuan isotop-isotop radioaktif. Pemakaian perunut radioisotop mulai dikembangkan setelah Ernest O. Lawrence pada tahun 1932 berhasil membuat siklotron yang dapat meng- hasilkan radioisotop’artifisial” (buatan), kemudian diikuti oleh produksi radiosodium yang diperoleh dengan menembak sodium dengan deutron pada tahun 1934, sehingga membuka jalan untuk membuat perunut bernilai secara fisiologi.Pemakaian radioisotop mulai digunakan dalam bidang Biomedika setelah George Hevesy’s, Otto Chiewitz, Hardin Jones, Waldo Cohn dan John Lawrence dengan sukses dalam menggunakan P-32 untuk berbagai penelitian mengenai metabolisme pada tahun 1936 [2]. Kemudian John Lawrence menggunakan P-32 untuk penelitian pada penyakit Leukimia.




Teks Lengkap:

PDF

Refbacks

  • Saat ini tidak ada refbacks.